Sejarah Madrasah di Indonesia
sejarah madrasahmadrasah adalah saksi perjuangan pendidikan yang tak kenal henti. Pada jaman penjajahan Belanda madrasah didirikan untuk semua warga.Sejarah mencatat , Madrasah pertama kali berdiri di Sumatram, Madrasah Adabiyah ( 1908, dimotori Abdullah Ahmad), tahun 1910 berdiri madrasah Schoel di Batusangkar oleh Syaikh M. Taib Umar, kemudian M. Mahmud Yunus pada 1918 mendirikan Diniyah Schoel sebagai lanjutan dari Madrasah schoel, Madrasah Tawalib didirikan Syeikh Abdul Karim Amrullah di Padang Panjang (1907). lalu, Madrasah Nurul Uman didirikan H. Abdul Somad di Jambi.
Madrasah berkembang di jawa mulai 1912. ada model madrasah pesantren NU dalam bentuk Madrasah Awaliyah, Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Mualimin Wustha, dan Muallimin Ulya ( mulai 1919), ada madrasah yang mengaprosiasi sistem pendidikan belanda plus, seperti muhammadiyah ( 1912) yang mendirikan Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Muallimin, Mubalighin, dan Madrasah Diniyah. Ada juga model AL-Irsyad ( 1913) yang mendirikan Madrasah Tajhiziyah, Muallimin dan Tahassus, atau model Madrasah PUI di Jabar yang mengembangkan madrasah pertanian, itulah singkat tentang sejarah madrasah di indonesia.
Dari jaman penjajahan, orde lama, orde baru, era repormasi sampai era sby, nasib madrasah di indonesia sangatlah memperihatinkan dan seolah-olah di anaktirikan oleh pemerintah, padahal ada banyak sekali elit politik yang duduk di kursi DPR, MPR, ISTANA dan lembaga kebijakan negara lainnya yang lahir dan berlatar belakang dari madrasah, lulusan madrasah tidak bisa di pandang sebelah mata atau juga di anggap remeh, justru lulusan-lulusan madrasah memiliki nilai lebih bukan saja karen faktor agama yang diperdalam tapi banyak faktor lainnya..
Madrasah Kalau dilihat dari asal katanya berasal
dari bahasa arab yaitu “Darasa Yatrusu”
yang berarti belajar, kemudian dialihkan kedalam bentuk isim makan yang
berarti tempat belajar.
Kata madrasah dibakukan kedalam bahasa
indonesia yang mempunyai substansi identik dengan sekolah, akan tetapi
mempunyai perbedaan dengan sekolah yang
merupakan ciri khas dari pendidikan indonesia. Letak perbedaan tersebut
terutama terletak pada struktur kurikulum, karena mengingat latarbelakang
madrasah sangat bertolak belakang dengan sekolah. Untuk itu perlu sekali kami
menggali sejarah dan latarbelakang madrasah.
Madrasah merupakan lembaga pendidikan islam yang berkembang di indonesia. Latar belakang berdirinya madrasah tidak terlepas dari peran pondok pesantren yang ada di indonesia. Pensatren dianggap lembaga pendidikan tradisional yang kurang sesuai dengan perkembangan zaman, karena kurikulum yang dimasukkan pesantren berupa kurikulum agama secara murni. Umat islam di indonesia berusaha untuk melalukan pembaruan pendidikan, dengan harapan para santri dapat memperoleh pengakuan yang sama sebagaimana pendidikan yang didirikan oleh belanda saat itu.
Para gerakan Pembaruan pendidikan islam ini
sering disebut Post-Tradionalisme, yaitu suatu gerakan kritis terhadap tradisi
lokal yang memberikan kontribusi terhadap generasi islam diindonesia. Akan
tetapi ciri khas dari pesantren yang dibangun tahun sebelumnya berusaha untuk
diadikan dan dilestarikan menurut kebutuhan masyarakat islam dari
kemasa-kemasa.
Madrasah
yang didirikan oleh umat islam pada
waktu itu didasarkan atas kesadaran sendiri bukan atas dorongan
pemerintah
kolonial dikala itu. Karena belanda pada saat itu yang mempunyai
keinginan
untuk memperbaiki system pendidikan
diindonesia telah enggan bergabung dan menyatu dengan pendidikan islam,
begitu pula belanda tidak mau memberikan subsidi kepada lembaga
pendidikan
islam di indonesia, sehingga lembaga pendidikan islam tidak mendapat
pengakuan yang resmi dari negara termasuk keloyalitatasan ijazah yang
menjadi problem tersendiri dibanding tingkat sekolah pada saat itu.
Akan tetapi semangat umat islam untuk
mendirikan madrasah tidak melemah, guna mengembangkan madrasah tersebut umat islam
berusaha dengan tradisinya sendiri dan tetap meneriman pembaharuan
sesuai dengan kebutuhuhan zaman.
Pada tgl 17 agustus tahun 1945 indonesia berhasil memerdekakan
diri dari jajahan belanda, pada saat itu madrasah semakin mendapatkan ruang
untuk memperbaiki sytem pendidikannya. Melalui Badan Pekerja
Nasional Pusat (BPNIP) sebaga badan legislatif pada saat itu, dalam
pengumumannya tertanggal 22 Desember 1945 (berita RI tahun II No. 4 dan 5
halaman 20 kolom 1) berbunyi, ” Dalam memajukan pendidikan dan pengajaran
sekurang-kurangnya diusahakan agar pengajaran di lamggar-langgar dan madrasah
tetap berjalan terus dan di perpesat”. Setelah pengumuman di bacakan, BPNIP
memberi masukan kepada pemerintah saat itu agar madrasah dan pondok pesantren
mendapatkan perhatian dan bantuan materil dari pemerintah guna memajukan dan
meningkatkan kualitas pendidikan pada lembaga tersebut, karena madrasah dan
pondok pesantren pada hakekatnya adalah satu alat dan sumber pendidikan dan
pencerdasan rakyat jelata yang sudah berakar dalam masyarakat.
Selanjutnya setelah
kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 melalui Badan
Pekerja Nasional Pusat (BPNIP) sebaga badan legislatif pada saat itu, dalam
pengumumannya tertanggal 22 Desember 1945 (berita RI tahun II No. 4 dan 5
halaman 20 kolom 1) berbunyi, ” Dalam memajukan pendidikan dan pengajaran
sekurang-kurangnya diusahakan agar pengajaran di lamggar-langgar dan madrasah
tetap berjalan terus dan di perpesat”. Setelah pengumuman di bacakan, BPNIP
memberi masukan kepada pemerintah saat itu agar madrasah dan pondok pesantren
mendapatkan perhatian dan bantuan materil dari pemerintah guna memajukan dan
meningkatkan kualitas pendidikan pada lembaga tersebut, karena madrasah dan
pondok pesantren pada hakekatnya adalah satu alat dan sumber pendidikan dan
pencerdasan rakyat jelata yang sudah berakar dalam masyarakat Indonesia pada
umumnya.
Guna
merespon apa yang telah diumumkan dan masukan dari BPNIP kepada pemerintah yang
terbentuk, maka pada tanggal 3 Januari 1946 pemerintah membentuk kementerian
Agama, kementrian yang baru ini dalam sturktur organisasinya pada bagian C
memuat tentang tugas pada bagian pendidikan adalah mengurusi masalah-masalah
pendidikan agama di sekolah umum dan masalah-masalah pendidikan di sekolah agama
(madrasah dan pondok pesantren). Dan tidak lama kemudian Mentri Agama yang pada
saat itu di jabat oleh K.H. Wahid Hasym mengeluarkan peraturan Mentri Agama No.
1 tahun 1946 tentang pemberian bantuan kepada madrasah yang kemudian di
sempurnakan dan terakihr dengan peraturan Mentri Agama no. 3 tahun 1979 tentang
pemberian bantuan kepada Perguruan Agama Islam. Kemudian guna mengantisipasi
adanya dikotomi antara pendidikan agama dengan pendidikan umum, maka Mentri
Agama pada saat itu mengajurkan kepada semua madrasah untuk memasukan tujuh
mata pelajaran di lingkungan madrasah, yaitu, pelajaran membaca dan menulis,
ilmu hitung, bahasa Indonesia, sejarah, ilmu bumi dan olah raga.
Kemudian guna memajukan dan
peningkatan mutu pendidikan madrasah dan mengembangkan sistem pendidikan
nasional yang integral, kementrian Agama yang saat itu dijabat oleh Mukti Ali
pada tahun 1975 mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Mentri Agama,
Mentri Pendidikan dan Kebudayaan dan Mentri Dalam Negeri No. 6 Tahun 1975 037/U/1975
dan No. 36 Tahun 1975 pada tanggal 24 Maret 1975 beserta Instruksi Presiden no.
15 Tahun 1974 pada sidang kabinet terbatas tertanggal 26 November 1974. adapun
substansi dari SKB tersebut adalah,
Pertama, ijazah
madrasah dapat mempunyai nilai yang sama dengan ijazah sekolah umum yang
sederajat. Kedua, lulusan madrasah dapat melanjutkan ke
sekolah umum yang setingkat lebih atas. Dan Ketiga, siswa
madrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang setingkat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar