PENGEMBANGAN STRATEGI PEMBELAJARAN DENGAN TEKNIK MODIFIKASI
PELAJARAN DAN PENGEMBANGAN STRATEGI PENDIDIKAN MELALUI PENDIDIKAN JASMANI
Pengembangna strategi pembelajaran
dalam upaya memenuhi kebutuhan setiap siswa, gurur penjas adaptif, perlu melakukan
modifikasi, baik metode pendekatan, lingkungan belajar maupun fasilitas
belajar. Uraian berikut membahas mengenai ketiga factor yang perlu dimodifikasi
tersebut sehingga diharapkan memperoleh hasil pembelajaran yang maksimal.
1.
PENGEMBANGAN
STRATEGI PEMBELAJARAN DENGAN TEKNIK MEMODIFIKASI PEMBELAJARAN
Seorang guru pendidikan jasmani harus memiliki ketrampilan
dalam melaksanakan teknik-teknik penguraian pembelajaran karena hal tersebut
sangan bermanfaat dalam meningkatkan kualitas pembelajaran.
Faktor-faktor yang perlu dimodifikasi dan disesuaikan para
guru dalam upaya meningkatkan komunikasi dengan siswa adalah sebagai berikut :
1) Penggunaan Bahasa
Bahasa merupakan dasar dalam melakukan komunikasi. Mutu komunikasi yang
baik antara guru dan siswa perlu ditingkatkan melalui modifikasi bahasa yang
dipergunakan dalam pembelajaran.
Sasaran memodifikasi bahasa diperuntukkan bagi semua anak, baik yang
mengalami kesulitan bahasa maupun yang mengalami jenis-jenis kecacatan yang
lainnya. Setiap siswa mengalami kecacatan masing-masing. Ada siswa yang hanya
mampu mencerna dua kata, ada yang tiga kata.
Berbagai cara dapat digunakan untuk memodifikasi dan menyesuaikan bahasa
seseorang, namun yang tidak kalah pentingnya adalah kesadaran para guru dalam
mempergunakan bahasadan mengamati bagaimana respons siswa terhadap bahasa yang
kita gunakan.
Berdasarkan hasil pengamatan tersebut, mungkin diperlukan penyesuaian
tentang penggunaan bahasa yang tepat, misalkan dengan cara memperpendek kalimat
dan pernyataan sehingga dapat dipahami anak dengan mudah. Kita ambil contoh
kata “lari ke pagar” dan “lari kembali”. Ini bisa kita singkat “lari pagar” dan
“lari balik”.
Untuk menambah perbendaharaan kita mengenal berbagai modifikasi dalam
mengungkapkan istilah dan instruksi, antara lain :
2) Penyederhanaan
Penggunaan Kata
Kata yang dipergunakan sedapat mungkin disederhanakan sehingga lebih
mudah dipahami anak. Misal : untuk mengganti kata “di sebelah” diganti “di
samping”, kata “mirip” diganti “sama”,dan sebagainya. Dengan demikian para guru
dapat mencari dan menggunakan kata yang tepat dalam memberikan instruksi kepada
siswa cacat.
3) Gunakan kata
yang bermakna tunggal
Berilah kata yang bermakna tunggal terutama pada kata yang memerlukan
tindakan. Misal “lari ketonggak pertama” diganti “pergi ketonggak pertama”.
a. Satu
instruksi untuk satu kegiatan
b. Berikan
instruksi, kemudian demonstrasikan tugas yang ingin dikerjakan.
c. Setiap
instruksi, siswa disuruh mengulangi sebelum dia melaksanakan. Hal ini untuk
mengetahui sejauh mana informasi telah diproses anak.
4) Membuat
konsep yang konkrit
Pembuatan konsep yang konkrit berkaitan dengan penggunaan bahasa yang
sesuai dengan kemampuan anak. Artinya yang menjadi fokus dalam hal ini adalah
bagaimana menciptakan agar tugas atau aktivitas yang akan dilakukan sungguh-sungguh
dapat dipahami. Sebagai contoh, seorang guru bertanya : Berapa banyak cara yang
dapat kamu gunakan untuk membuat sebuah lingkaran ? Penjelasannya dapat membuat
lingkaran dalam kertas dan lingkaran dengan bergandeng tangan dan semua jawaban
itu benar.
Para guru dapat mengkomunikasikan apa yang diinginklan dengan pemilihan
kata yang tepat. Dengan demikian konsep lingkaran yang dijelaskan melalui
demonstrasi gengan permainan menjala ikan.
Penggunaan kata dalam penjelasan jangan diubah-ubah, guru harus
konsisten agar anak yang mengalami cacat tidak bingung dan mudah dipahami.
5) Pembuatan tugas secara
berurutan
Untuk melaksanakan tugas ini, diasumsikan siswa mempunyai kemampuan
memahami dan membuat urutan gerak secara baik. Seorang guru menyuruh siswa
“berjalan ke pintu” yang sedang dalam keadaan duduk. Untuk melaksanakan tugas
tersebut diperlukan langkah-langkah persiapan sebelum anak benar-benar
melangkahkan kakinya menuju pintu.
Langkah-langkah yang dilakukan anak tersebut adalah sebagaiberikut : mula-mula
anak mendengar perintah dari gurunya, kemudian memproses informasi, dan
pempersiapkan diri untuk memberi respons, selanjutnya mengatur posisi tubuh
untuk persiapan berdiri, kemudian berdiri dan jalan.
Jika seorang siswa kesulitan dalam membuat urut-urutan yang dialami,
maka pelaksanaan tugas yang diperintahkan guru tersebut akan menjadi tantangan
berat yang sangat berarti bagi dirinya. Oleh karena itu guru harus tanggap dan
memberi bantuan sepenuhnya baik secara manual ataupun verbal pada setiap langkan
dengan berurutan.
Sebagai contoh anak yang mengalami
keterbelakangan mental disuruh melakukann gerakan guling depan. Guru harus
memberi aba-aba. Langkah yang ditempuh : Berdiri diatas matras, lutut ditekuk,
letakkan tangan di atas matras, bengkokkan badan ke depan, rapatkan dahi ke
dada dan seterusnya.
Menghadapi anak-anak luarbiasa, kita selalu mengasumsikan bahwa mereka
tidak dapat memahami dan memproses seluruh langkah-langkah yang harus dilakukan
dalam menyelesaikan tugas yang diberikan. Asumsi seperti itu perlu dijadikan
pegangan bagi guru, agar dalam melaksanakan tugas selalu memberikan bantuan
kepada siswa. Pemberian tugas yang berurutan berkaitan dengan memori anak yaitu
kemampuan anak untuk merespon perintah dengan urut.
Pemahaman mengenai tingkat kemampuan anak akan membantu guru pendidikan
jasmani dalam menentukan jumlah tugas yang diberikan. Dalam setiap melaksanakan
tugas, guru pendidikan jasmani seyogyanya selalu memberi instruksi, pengarahan
atau tugas yang paling sederhana dan kemudian meningkat ke yang komplek dengan
cara penggabungan.
6) Ketersediaan
waktu belajar
Dalam menghadapi anak-anak cacat perlu disediakan waktu yang cukup, pada
kenyataannya ada anak cacat yang mampu memproses dalam waktu sesuai dengan
anak-anak normal, dan ada anak cacat yang membutuhkan waktu lebih untuk
memproses informasi dan mempelajari aktivitas gerak tertentu. Hal ii
berarti diperlukan pengulangan secara menyeluruh dan peninjauan kembali semua
aspek yang dipelajari.
Demikian juga dalam praktek atau berlatih, sebaiknya dibeikan waktu
belajar yang lebih untuk menguasai suatu ketrampilan.Pemberian waktu belajar
yang lebih dianggap juga sebagai hadiah bagi anak-anak yang mengalami kesulitan
menerima informasi.
7) Pendekatan
“multisensori”
Para guru pendidikan jasmani sering menggunakan teknik pembelajaran yang
dapat merangsang lebih dari satu sistem sensori secara bersama-sama. Namun
tidak selamanya dilakukan secara sistematis dan konsisten.
Ada kalanya anak lebih mudah mempelajari satu aktivitas bila menggunakan
satu sistem sensori sebagai petunjuk, tetapi pada sisi lain mendukung sistem
sensori lainnya. Pendekatan ini disebut multi sensori. Di bawah ini beberapa
contoh pendekatan yang merangsang lebih dari satu sensor.
a. Uraikan
tentang penampilan yang diharapkan, kemudian demonstrasikan secara verbal.
b. Siswa
disuruh menguraikan kembali secaraverbal tentang tugas yang diberikan sambil
melakukan gerakan yang diinginkannya.
c. Berikan
koreksi dan tunjukkan penampilan yang kurang tepat serta rasakan hasil
perbaikan-perbaikan tersebut dalam penampilan berikutnya.
d. Dalam
memberikan pelajaran , guru menggerakkan bagian-bagian tubuh tertentu dan
selanjutnya demonstrasikan gerakan tersebut secara menyeluruh.
e. Ada saatnya
siswa dengan kecacatanya memerlukan kombinasi stumulus, sedangkan pada saat
lain siswa tertentu hanya dapat memproses satu stimulus saja. Manun perlu
diingat bahwa secara umum, anak-anak luar biasa misalnya hiperaktif, sukar
berkonsentrasi, dan ketidak mampuan belajar, akan bingung apabila mendapat
lebih dari satu stimulus dari suatu sistem sensor.
Bila anak tidak dapat belajar dengan sistem
multisensor, maka kurangi masukan-masukan tersebut dengan hanya satu masukan
saja, dan pergunakan masukan tersebut sebagai alat koreksi terhadap
penampilannya dalam proses pembelajaran.
Sebagai kata kunci dari semua pendekatan yang telah
dijelaskan keberhasilannya terletak pada kemampuan guru mengamati
perilaku-perilaku individu dan respons motorik para siswa. Apabila kinerja
siswa tidak sesuai dengan yang diinginkan, maka perlu dianalisis sebab-sebabnya
dan langsung diberikan koreksi dan perbaikan-perbaikan gerak sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai.
Perlu diingat bahwa tingkat kemampuan anal-anak
penyandang cacat sangat bervariasi dan setiap individu tidak selalu konsisten
dalam penampilannya sesuai dengan keinginan guru pendidikan jasmani.
2. PENGEMBANGAN STRATEGI PENDIDIKAN
MELALUI PENDIDIKAN JASMANI
Pengembangan pendidikan di Indonesia
sekurang-kurangnya menggunakan empat strategi dasar. Yakni, pertama, pemerataan
kesempatan untuk memperoleh pendidikan, kedua, relevansi, ketiga, peningkatan
kualitas, dan keempat, efisiensi. Secara umum strategi itu dapat dibagi menjadi
dua dimensi yakni peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan. Pembangunan
peningkatan mutu diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas dan
produktivitas pendidikan. Dimensi pemerataan pendidikan diharapkan dapat
memberikan kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan bagi semua usia
sekolah.
Salah satu upaya pemerataan pendidikan di Indonesia adalah program Wajib Belajar (Wajar) 9 tahun yakni Sekolah Dasar (SD) 6 tahun dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) selama 3 tahun. Kebijakan ini disebut sebagai upaya menerapkan pendidikan minimal yang harus dimiliki oleh seluruh bangsa Indonesia yang erat kaitannya dengan gerakan melek hurup dan masyarakat belajar. Namun demikian, setelah delapan tahun berjalan, gerakan Wajar 9 tahun belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memberi gambaran jumlah anak putus sekolah masih sangat besar dibandingkan mereka yang bisa terus melanjutkan ke jenjang lebih tinggi. Berdasarkan penelitian 1995-1999 ternyata pencapaian kelulusan hanya 26,39% untuk perempuan dan 30,57% untuk laki-laki. Artinya hanya sepertiga peserta didik yang bisa meneruskan sekolah, kenyataan ini menunjukkan beratnya daya dukung masyarakat untuk menopang pendidikan.
Salah satu upaya pemerataan pendidikan di Indonesia adalah program Wajib Belajar (Wajar) 9 tahun yakni Sekolah Dasar (SD) 6 tahun dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) selama 3 tahun. Kebijakan ini disebut sebagai upaya menerapkan pendidikan minimal yang harus dimiliki oleh seluruh bangsa Indonesia yang erat kaitannya dengan gerakan melek hurup dan masyarakat belajar. Namun demikian, setelah delapan tahun berjalan, gerakan Wajar 9 tahun belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memberi gambaran jumlah anak putus sekolah masih sangat besar dibandingkan mereka yang bisa terus melanjutkan ke jenjang lebih tinggi. Berdasarkan penelitian 1995-1999 ternyata pencapaian kelulusan hanya 26,39% untuk perempuan dan 30,57% untuk laki-laki. Artinya hanya sepertiga peserta didik yang bisa meneruskan sekolah, kenyataan ini menunjukkan beratnya daya dukung masyarakat untuk menopang pendidikan.
Penyusunan
Program Pembelajaran Pendidikan Jasmani diperlukan pengetahuan yang cukup
perihal kondisi siswa. Maka pengetahuan tentang kondisi siswa ditinjau dari
fisiologis, psikologis dan sosial sangat perlu untuk diketahui.Hal lain yang
dipelajari adalah manfaat pendidikan jasmani dalam hal ini manfaat aktivitas
jasmani untuk meningkatkan kebugaran. Bagian ini akan dibahas pada rambu
- rambu pengembangan proram
pembelajaran. Pada bagian yang berikutnya adalah langkah
-langkah merancang program
pembelajaran pendidikan jasmani.
Proses
berlangsung juga dengan melihat kurikulum, pemahaman terhadap kurikulum,
menentukan TIU dan TIK yang pada akhirnya menyusun rencana pembelajaran yang
dilakukan oleh guru. Pembelajaran yang disusun diharapkan mudah dimengerti dan
memenuhi kebutuhan siswa untuk beraktivitas.Pada bagian berikutnya adalah
sistematika pembelajaran jasmani. Dalam bagian ini berdasarkan pengetahuan fisioligis,
psikologis dan sosiologis siswa, Anda dituntun untuk menyusun rencana
pembelajaran yang akan diberlakukan untuk satu kali pertemuan. Adapun
sistematika yang ada adalah Pendahuluan, Inti dan Penutup.
Pendahuluan
berisi pemanasan, inti berisi latihan inti dan dibagi atas dua (2) bagian yaitu
bagian A dan bagian B, penutup adalah aktivitas yang bertujuan untuk
mengembalikan fisik dalam kondisi normal dengan geraka -gerakan ringan. Sebelum
mengatahui beberapa rambu yang dapat dijadikan pegangan untuk mengembangkan
pembelajaran jasmani perlu diketahui manfaat aktivitas jasmani terhadap
kebugaran jasmani. Aktivitas jasmani sangat bermanfaat terhadap kebugaran
jasmani. Artinya bahwa dengan melakukan aktivitas jasmani yang secara teratur
dan terencana dengan baik, dapat membawa ke arah kesejahteraan hidup manusia
dalam arti sehat jasmani dan rohani. Manfaat aktivitas jasmani
1. Mengingkatkan jumlah dan ukuran
pembuluh darah dalam jantung dan otot, sehingga menghasilkan sirkulasi darah
lebih efisien.
2. Meningkatkan toleransi dari stress.
3. Mengurangi penumpukan cholesteril
dan triglycerida dalam darah arteri.
4. Mengurangi resiko penyakit jantung
(J. Hartoto dan Tomoliyus, 2000).
Dalam buku yang sama juga
diungkapkan bahwa program pendidikan jasmani di sekolah dasar harus mengukuti
beberapa aturan yang itu sesuai dengan karakteristik anak sekolah dasar.
Pedoman - pedoman yang dapat dijadikan pijakan antara lain :
- Hendaknya program lebih difokuskan pada promosi kebugaran jasmani dan penanaman rasa cinta terhadap aktivitas jasmani.
- Pengajaran program kebugaran jasmani hendaknya selalu dibarengi dengan program peningkatan keterampilan jasmani.
- Tidak dibenarkan menggunakan ”exercise” sebagai hukuman kepada siswa sekolah dasar.
- Tidak dibenarkan menyudutkan program pendidikan kebugaran jasmani dan keterampilan jasmani, apabila menjumpai siswa tidak berprestasi bagus dalam mata pelajaran lain.
- Tidak dibenarkan dalam penilaian terlalu menfokuskan pada hasil atau penampilan luar saja, dan bukan proses.
- Program hendaknya lebih mengutamakan membantu siswa yang memiliki tingkatkebugaran jasmai yang rendah untuk mencapai tingkat standaryang memadai.
- Penyajian aktitivitas hendaknya lebih mengutamakan budaya local (permainan tradisional)
- Penyajian kebugaran jasmani supaya difokuskan pada upaya pemenuhan kriteria kesehatan daripada kreteria hasil, yang didasarkan pada standar normatif yangtidak dilandasi alasan yang jelas.
- Lebih mengutamakan dukungan moril daripada mencemooh individu dalam masalah kebugaran.
Berdasarkan point - point diatas
dapat disarikan menjadi berikut :
- Program pembelajaran menjadi pendorong munculnya motivasi untuk belajar secara sungguh - sungguh dengan tidak mengabaikan keinginan bermain siswaBermain bagi siswa merupakan bagian integral dalam kehidupan sehari - hari. Bagi siswa tiada hari tanpa bermain. Melalui bermain siswa membangun persepsi tentang dunia luarnya. Dalam pendidikan jasmani, bermain merupakan strategi pembelajaran yang konvensional namun memberikan kontribusi yang jelas terhadap pencapaian tujuan belajar siswa. Melalui kegiatan bermain, tidak hanya bagian fisik dan psikomotor saja yang dapat dicapai, melainkan juga bagian kognitif dan afektif, secara langsung dapat dicapai dalam proses pembelajaran. Sebagian besar nilai - nilai sosial dalam kehi dupan sehari - hari, secara efektif terinternalisasi melalui kegiatan permainan. Nilai saling menghargai lawan sebagai kawan bermain, kerja keras, pantang menyerah dan berkompetisi dalam format yang sehat dapat disimula - sikan melalui kegiatan permainan. Program pendidikan jasmani yang dibangun dengan mempertimbangkan bahwa bermain adalah dunia siswa, hendaknya dapat mendorong siswa untuk melakukan berbagai kegiatan belajar dengan tidak mengabaikan dunia mereka. Bahkan dalam operasionalnya, kegiatan bermain dapat menjadi strategiyang efektif untuk mencapai seperangkat tujuan belajar. Melalui kegiatan bermain yang dikemas dalam program pendidikan jasmani hendaknya dapat mendorong siswa untuk memunculkan kegiatan belajar yang sesungguhnya.
- Program pembelajaran sesuai dengan identifikasi karakteristik pertumbuhan dan perkembangan siswa. Pendidikan jasmani merupakan bentuk pendidikan yang menggunakan aktivitas gerak sebagai media. Sepanjang usia pertumbuhan dan perkembangannya, seorang siswa akan mengalami tahap - tahap perkembangan tertentu. Tahap - tahap perkembangan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda - beda. Perbedaan tersebut secara langsung memberikan implikasi yang berbeda terhadap rancang bangun program pembelajaran yang akan disusun. Oleh karena itu, perhatian terhadap tahap perkembangan gerak dan karakteristik siswa peru diberikan secara proporsional sebelum program pembelajaran disusun. Pertanyaan tentang;
a. Apakah siswa telah memiliki
kemampuan untuk melakukan materi pembelajaran yang akan disajikan ?
b. Apakah materi yang disajikan telah
sesuai dengankebutuhanpertumbuhan dan perkembangan siswa ?
c. Apakah materi dapat mendorong ke
arah pertumbuhan dan perkembangan siswa secara harmonis ?
d. Apakah materi pembelajaran dapat
membekali siswa memiliki kemampuan untuk memasuki danberadaptasi denganberbagai
keadaan di masa depan ?
Mungkin beberapa pertanyaan yang
perlu dipikirkan oleh guru sebelum men yusun program pembelajaran. Melalui
pertanyaan - pertanyaan tersebut, seorang guru di samping dapat membangun rencana
program pembelajaran, juga harus memiliki kemampuan untuk memvisualisasikan
profil anak didiknya. Dengan kemampuan tersebut, juga dapat memvisualisasikan profil
anak didiknya pada masa depan. Walaupun profil masa depansulit untuk
diidentifikasi dengan tepat, namun guru diharapkan dapat mengantarkan anak
didiknya untuk memasuki dan beradaptasi denganberbagai perubahan masa depan.
Sehubungan dengan hal tersebut, guru
harus memiliki visi masa depan siswa yang baik. Visi tentang keberadaan diri
dan profesi guru sebagai suatu profesi yang mengemban tugas untuk mengembangkan
siswa secara totalitas hendaknya menjadi bagian dari upaya pengembangan
kompetensi. Dengan demikian, guru tidak terjebak hanya pada upaya pencapaian
tujuan jangka pendek. Profesi guru memiliki tugas dan tanggung jawab mengantarkan
siswa pada masa depan yang lebih baik.
- Program pembelajaran tidak hanya mengembangkan komponen fisik motorik sisiwa melainkan totalitas perkembangan siswa.
Pendidikan jasmani merupakan bentuk
pendidikan yang menggunakan aktivitas fisiksebagai media, tujuan pendidikan
jasmani tidak hanya mengembangkan kemampuan fisik dan motorik siswa saja,
tetapi juga melalui aktivitas fisik terpilih dan dikemas dengan pendekatan
metodik yang tepat, diharapkan dapat dikembangkan seluruh aspekanak didik.
Melalui aktivitas fisik yang demikian, diharapkan siswa tidak hanya memiliki
kemampuan fisik dan motorik yang baik, melainkan juga kemampuan kognitif dan
afektif seperti yang diharapkan. “Interrelasi” dan interaksi dari penggunaan aktivitas
fisik dalam pendidikan dengan bagian psikomotor, kognitif dan afektif.
Pendidikan jasmani memiliki perandan fungsi yang konkrit dalam
mengaktualisasikan nilai – nilai sosial dalam diri kepribadian anak didik.
Kepribadian yang ulet, pantang menyerah, pekerja keras dan menempatkan individu
lain sebagai lawan dan kawan merupakan nilai-nilai yang dibutuhkan dalam
pergaulan sehari - hari. Aktivitas fisik dalam pendidikan jasmani secara
langsung bersentuhan dengan nilai - nilai tersebut. Beberapa ahlimenegaskan
bahwa nilai - nilai tersebut secara langsung dapat teraktualisasikan melalui pendidikan jasmani. Tidak hanya terhadap
afektif, pendidikan jasmani secara langsung juga mempengaruhi kemampuan
kognitif siswa. Secara fisiologis, pendidikan jasmani memberikan pengaruh
langsung terhadap kemampuan pengiriman Pendidikan Jasmani dan Kesehatan 3 – 7 zat
- zat yang dibutuhkan otak untuk melakukan kerjanya. Pada saat anak berpikir,
otak membutuhkan zat - zat untuk melakukan aktivitas berpikir.
Dengan
kemampuan fisik yang prima, kebutuhan tersebut dapat dipenuhi. Sementara itu,
hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas fisik dapat mendorong terbuka
simpul - simpul saraf untuk menghasilkan kemampuan berpikir lebih baik.
- Anak didik sebagai fokus orientasi proses pembelajaranAnak didik sebagai fokusorientasi dari proses pembelajaran memiliki arti bahwa seluruh rangkaianpembelajaran yang dimulai dari pemilihan materi, metode, alat bantu, dan instrumen evaluasi mempertimbangkan dengan seksama kemampuan dan kebutuhan pertumbuhan serta perkem - bangan siswa. Dengan demikian, fokus orientasi pada anak didik memiliki implikasi sebagai berikut:
Pertama, pemilihan materi belajar secara
langsung memperhatikan karakteristik pertumbuhan dan perkembangan anak didik.
Pertumbuhan dan perkembangan anak didik akan berlangsung secara bertahap. Tiap -
tiap tahap memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut harus
menjadi pertimbangan utama dalam menyusun program pembelajaran. Sehubungan
dengan hal tersebut, tiap tingkat pendidikan sebaiknya memiliki perbedaan
materi, baik jenis maupun hirarkinya. Materi dalam pendidikan jasmani adalah
aktivitas gerak yang disesuaikan dengan tahap perkem - bangan gerak anak.
Kedua, pemilihan dan metode pembelajaran
yang digunakan hendaknya juga memperhatikan dan mempertimbangkan kebutuhan
pertumbuhan dan perkembangananak didik. Dalam tahapan pertumbuhan dan
perkembangan siswa membutuhkan perlakuan metodik - didaktik yang berbeda - beda.
Tidak seperti yang cenderung berkembang saatini. Pada tingkat pendidikan yang
berbeda tidak ditemukan perbedan metodik -didaktik. Sebaiknya guru
mempertimbangkan bahwa makin tua usia siswa membutuhkan sentuhan metodik - didaktik
yang dapat memberikan sedikit kebebasan dalam proses pembelajaran. Sehubungan
dengan hal tersebut, makin ke arah tingkat pendidikan tinggi makin bergeser dan
makin besar kewenangan anak didik untuk memilih dan menetapkan seperangkat
komponen proses belajar yang tersedia. Metode pembelajaran yang lebih banyak
berorientasi pada otoritas, guru hendaknya menyajikan pada tingkat pendidikan yang
paling rendah. Secara berangsur - angsur sesuai dengan tingkat perkembangan siswa,
kewenangan dalam proses pembelajaran dialihkan pada anak didik. Dengandemikian,
siswa tidak hanya aktif pada saat pembelajaran saja, melainkan juga terlibat
secara aktif pada tahap penyusunan rencana belajar dan evaluasi. Dalam kondisi ini,
guru dapat berperan dan berfungsi sebagai fasilitator dan manajer dari proses
pembelajaran yang secara aktif membantu siswanya untuk menemukan metodik
–didaktik yang tepat.
Ketiga, Guru hendaknya memiliki
pertimbangan yang tepat dalam menyusun dan melakukan evaluasi. Walaupun
pendidikan jasmani berorientasi pada proses bagaimana keterampilan dan
kebugaran jasmani dapat menjadi milik siswa, secara berangsur dan disesuaikan
dengan tingkat perkembangannya diperkenalkan pula evaluasi yang mengarah pada
produk. Evaluasi pada proses lebih menitik beratkan pada bagaimana proses
keterampilan tersebut dapat dimiliki oleh siswa. Untuk menyusun instrumen tersebut
bukanlah pekerjaan yang mudah. Dituntut seperangkat kemapuan, seperti; a)analisis
keterampilan, b) merancang dan membangun instrumen, c) mengelola instrumen, dan
d) mengorganisasikan hasil pengukuran. Alokasi waktu belajar disesuaikan dengan
anak didik. Berapa waktu yang dibutuhkan oleh anak didik untuk menguasai suatu
keterampilan? Tentu saja akan berbeda beda antara individu yang satu dengan
lainnya. Alokasi waktu tiap materi pembelajaran, hendaknya ditujukan pada
be-berapa pertimbangan bahwa tiap tahap pertumbuhan dan perkembangan anak didik
akan mengalami laju yang berbeda - beda. Perbedaan tersebut meliputi fungsi,
karakteristikper tumbuhan dan perkembangan fisiologis, psikologis dan
sosiologis. Pertimbangan terhadap pertumbuhan dan perkembangan fungsi
fisiologis siswa hendaknya mendapatkan perhatian yang proporsional. Pada usia awal
sekolah, organ tubuh siswa sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang
pesat. Dalam kondisi tersebut, organ - organ tubuh mereka belum dapat menerima
dan melakukan aktivitas fisik dalam waktu yang relatif lama dengan intensitas
yang tinggi. Mereka membutuhkan waktu istirahat di antara aktivitas fisiknya.
Waktu istirahat dibutuhkan dalam rangka mengembalikan kemampuan fisik untuk
aktivitas fisik selanjutnya. Dengan demikian,perhatian terhadap waktu istirahat
harus diberikan dengan porsi yang sama dengan waktu pelak - sanaan/latihan.
Di samping
hal tersebut, dengan adanya perbedaan kemampuan individual, tiap siswa
membutuhkan alokasi yang berbeda - beda untuk menguasai suatu keterampilan. Sehubungan
dengan hat tersebut, guru dituntut untuk mengembangkan program yang bersifat
indvidual atau paling tidak program yang didasarkan atas kelompok - kelompok
kemampuan anak didik.Hal terpenting berikutnya adalah mengetahui beberapa
pengertian pokok perihal aktivitas jasmani, latihan dan kebugaran jasmani.
Aktivitas jasmani merupakan gerak tubuh yang dilakukan secara teratur dan
aktivitasnya bertahap dari yang paling ringan, moderat, dan berat. Terjadinya gerakan
ini karena adanya penyaluran energi ke otot - otot dalam tubuh. Latihan
merupakan sub bagian dari aktivitas jasmani itu sendiri. Latihan merupakan
bentukaktivitas jasmani yang terencana, terstruktur, serta merupakan gerak
tubuh yang berulang - ulang, dan bertujuan untuk memperbaiki dan memelihara
salah satu atau lebih komponen kebugaran jasmani yang terkait dengan kesehatan.
Kebugaran jasmani adalah ukuran tentang kemampuan jasmani individu dalam
melakukan aktivitas jasmani yang memerlukan aerobik fitnes, kekuatan dan daya
tahan otot, fleksibilitas, komposisi tubuh, kelincahan, keseimbangan,
koordinasi, kecepatan, waktu reaksi dan bebas dari cedera. Berdasarkan
literatur dalam olahraga kebugaran atupun aerobik, disarankan untuk menjaga
kebugaran jasmani paling tidak harus selakukan aktivitas jasmani yang terkontrol
(olahraga) sebanyak tiga (3) kali dalam seminggu. Melihat kurikulum di Indonesia
yang hanya menyediakan satu (1) kali perminggu, dapat kita renungkan dan kita
hubungkan dengan teori - teori kebugaran yang ada (silahkan dicari buku yang
berkaitan dengan kebugaran dan program latihan olahraga), keadaan tingkat kebugaran
siswa Indonesia akan berada pada level yang bagaimana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar