Selamat Datang Di MA Assalaam Maja

Pendidikan Berkarakter VS Kriminalitas

Pendidikan Berkarakter VS Kriminalitas
Dunia remaja, khususnya remaja Indonesia nampaknya tidak akan pernah sepi dari berbagai macam persoalan. Kita sudah sering mendengar aksi kebrutalan geng motor di beberapa kota di tanah air, seperti Bandung, Cirebon, Makassar dan juga Pekanbaru.
Kita juga sering mendengar tentang tawuran antar pelajar yang sering terjadi di negeri ini baik di perkotaan maupun di pedesaan.
Namun yang membuat kita semakin prihatin terhadap para remaja ini adalah adanya berita tentang kasus yang menghebohkan dan terjadi di Ibu Kota Jakarta.
Kasus ini menimpa lima siswa SMP yang memaksa pelajar putra dan putri beradegan seks di ruang kelas.
Keprihatinan muncul, bukan saja karena adegan seks itu dilakukan oleh siswa yang seharusnya tidak boleh melakukan hubungan layaknya suami istri, namun yang lebih memprihatinkan adalah kejadian ini terjadi lantaran ada paksaan dari teman satu sekolah. Lebih parahnya lagi, adegan seks ini direkam dan disebarkan di antara teman-temannya sendiri.
Kejadian ini, menampar kita semua, khususnya dunia pendidikan. Dunia pendidikan di Indonesia terkesan kurang berhasil dalam membentuk kepribadian dan karakter anak bangsa. Pendidikan yang seharusnya bisa membentuk manusia Indonesia sebagai generasi penerus bangsa yang mempunyai kepribadian yang berkualitas, mental dan jiwa yang unggul, berkarakter, berbudi pekerti yang luhur dan dekat dengan kehidupan religiositas pada kenyataannya hal ini belum sepenuhnya bisa diwujudkan.
Pendidikan semestinya bisa mengembangkan ranah kognitif, afektif dan psikomotorik peserta didiknya secara seimbang sehingga terbentuk manusia Indonesia yang bukan hanya cerdas secara kognitif atau berpengetahuan namun juga mempunyai sikap dan kepribadian serta karakter yang unggul dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Atau lebih singkatnya terbentuknya manusia Indonesia seutuhnya.
Munculnya berbagai kasus yang menimpa remaja, salah satunya adalah kasus tentang pemaksaan adegan seks di atas seolah memberi gambaran bahwa pendidikan kita selama ini kurang mampu membentuk manusia Indonesia seutuhnya dengan mengambangkan ketiga aspek yaitu afektif, kognitif dan psikomotorik.
Namun yang nampak bahwa pendidikan Indonesia lebih menonjolkan pengembangan ranah kognitif belaka, sehingga  kurang menyentuh aspek-aspek yang lainnya.
Hal ini yang membentuk remaja-remaja secara nalar cerdas dan berpengetahuan namun kurang memiliki budi pekerti yang luhur, unggah-ungguh, sopan santun dan juga jauh dari  kehidupan yang religius. Kurikulum pendidikan yang menomorduakan pendidikan budi pekerti dan juga pendidikan keagamaan menjadikan para peserta didik tidak memiliki kematangan mental dan karakter yang unggul sebagai bekal di masa depan.
Jika hal ini dibiarkan bukan tidak mungkin kejadian-kejadian seperti kejadian di atas akan sering terjadi kelak di kemudian hari. Kita harus menyadari bahwa Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah basis untuk meletakkan dasar-dasar kepribadian, religiositas dan pembentukan karakter.
Jika pada tahap peletakan dasar-dasar kepribadian tersebut kita sudah salah dalam memberikan bimbingan dan pendidikan dengan bukti banyaknya kasus yang menimpa remaja seperti pada masalah geng motor, tawuran pelajar ataupun kasus pemaksaan adegan seks di atas, maka pada periodisasi perkembangan remaja selanjutnya akan susah untuk membetulkannya kembali.
Tentunya, kita tidak ingin  negeri ini kelak diisi oleh orang-orang yang tidak mempunyai kepribadian, tidak mempunyai karakter, unggah-ungguh, sopan-santun serta jauh dari kehidupan religiositas. Maka, sebelum terlambat terlalu jauh sebaiknya kita menata kembali dengan pembenahan dan perbaikan kurikulum pendidikan kita. Kurikulum pendidikan kita, terutama pada pendidikan dasar alangkah baiknya jika lebih mengutamakan muatan-muatan tentang pendidikan karakter, budi pekerti, pembentukan kepribadian dan juga pendidikan religiositas.
Kalaupun tidak diutamakan, maka pendidikan karakter,  pembentukan kepribadian, budi pekerti dan juga pendidikan religiositas harus diseimbangkan dengan pengembangan ranah-ranah kognitif dan psikomotorik. Hal ini perlu kita lakukan, sebab pendidikan dasar yaitu Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama adalah fondasi dari pembentukan kepribadian dan karakter generasi penerus bangsa ini.
Selain membenahi kurikulum pendidikan kita, kita juga perlu melibatkan masyarakat seperti para tokoh agama untuk ikut membantu membentuk moral remaja agar para remaja mempunyai fondasi moral yang kuat dan kokoh. Tokoh agama dan juga tokoh masyarakat harus ikut berperan dalam pembentukan karakter dan kepribadian remaja Indonesia dengan jalan melalui ceramah-ceramah keagamaan di tengah-tengah remaja baik secara formal maupun non-formal.
Tak ketinggalan pula peran keluarga yaitu orang tua, saudara kandung dan semua anggota keluarga untuk selalu membimbing, mendidik dan juga mengarahkan anak-anak mereka agar memiliki karakter, kepribadian dan moral yang unggul serta dekat dengan kehidupan religiositas.
Peran keluarga ini amat vital, karena di dalam keluarga inilah nilai-nilai kehidupan pertama kali diajarkan dan juga di dalam keluarga ini pula remaja-remaja ini tinggal dan menghabiskan sebagian besar waktu mereka.
Dengan mengoptimalkan tri pusat pendidikan yaitu sekolah, masyarakat dan keluarga untuk terus menggembleng para remaja agar mempunyai karakter, berkepribadian dan mempunyai religiositas yang bisa diandalkan, maka kita berharap bahwa kelak kita tidak akan melahirkan generasi yang cerdas secara akal tetapi memiliki moral yang rendah.
Namun yang kita lahirkan adalah generasi yang cerdas, berkarakter, berkepribadian dan juga bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Mudah-mudahan dengan kerja keras berbagai pihak persoalan-persoalan remaja geng motor, tawuran pelajar dan juga pemaksaan adegan seks di atas ke depan dapat kita kurangi volumenya atau tidak ada sama sekali. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar